ANTASARI AZHAR: MELAWAN NARASI DAN KRIMINALISASI


Penerbit  :  IIMAN
Penulis  :  Tofik Pram

Sinopsis:

 

Kisah Antasari adalah tragedi yang menjamu kita dengan pelajaran berharga; bahwa pada suatu masa hukum dan politik begitu kisruh berkelindan dan menggejala di Indonesia. Hukum dan politik berkolaborasi dalam sebuah formula bernama “pengadilan naratif”—yaitu suatu sistem peradilan yang hanya berbasis pada prasangka, bukan bukti, di mana prasangka-prasangka itu terus-menerus dikampanyekan sehingga publik dan pengadil tak mampu lagi menyadari mana fakta-fakta objektif dan mana...

Rp. 115,000

*Harga belum termasuk diskon reseller.

Stok: Untuk membeli produk ini harus menjadi RESELLER terlebih dahulu

Deskripsi Produk

Sinopsis:

 

Kisah Antasari adalah tragedi yang menjamu kita dengan pelajaran berharga; bahwa pada suatu masa hukum dan politik begitu kisruh berkelindan dan menggejala di Indonesia. Hukum dan politik berkolaborasi dalam sebuah formula bernama “pengadilan naratif”—yaitu suatu sistem peradilan yang hanya berbasis pada prasangka, bukan bukti, di mana prasangka-prasangka itu terus-menerus dikampanyekan sehingga publik dan pengadil tak mampu lagi menyadari mana fakta-fakta objektif dan mana yang subjektif-ilusif.

 

Di tengah situasi yang begitu kisruhnya, perlu keberanian yang lebih dari cukup untuk mengembalikan supremasi hukum pada orbit keadilan. Antasari punya keberanian itu. Dia nekat menghela kembali hukum yang terkontaminasi oleh polusi kekuasaan agar pulang pada poros idiilnya. Antasari melawan invisible hand yang sedemikian akut mencengkeram supremasi keadilan melalui narasi-narasi yang mereka bangun dengan giat. Namun, nahas, dia ditabrak sebuah skenario kisruh yang berhasil dipentaskan hingga tuntas.

 

Antasari akhirnya masuk bui. Untungnya dia memilih untuk tidak mati nyali dan nurani. Dia terus berusaha melawan anomali. Dia lawan segala serangan narasi berbau kriminalisasi. Hingga akhirnya, waktu dan keadilan membayar janjinya kepada Antasari ketika dia bebas menjelang akhir tahun 2016 dan mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo pada awal 2017. Setelah nama baiknya pulih, dia siap tampil kembali sebagai penyambung lidah keadilan.

 

Endorsement:

 

“Sekarang ini yang lebih penting bukanlah penegakan hukum, tetapi penegakan keadilan.”

—Antasari Azhar, Maret 2021

 

"Kasus Antasari Azhar ini salah satu kasus besar dalam deretan kasus, yang—dengan kadarnya masing-masing—dipandang oleh para kritikusnya sebagai salah satu contoh 'peradilan sesat' dalam praktik di Indonesia. Karena itu, kita tidak boleh lupakan, dan justru harus dijadikan pelajaran untuk perbaikan dalam pembangunan sistem peradilan Indonesia yang modern dan terpercaya di masa depan."

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Guru Besar Hukum Tata Negara FHUI, Pendiri/Ketua Pertama Mahkamah Konstitusi (2003-2008)

 

"Saya mengapresiasi Mas Tofik Pram ketika meminta saya untuk menulis epilog buku berjudul Antasari Azhar: Melawan Narasi dan Kriminalisasi ini. Uraian buku ini seolah menayangkan ulang peristiwa yang sudah lalu, yang mengingatkan dan memberi makna tentang fakta-fakta hukum seputar peristiwa kasus Antasari Azhar—yang dibui melalui narasi dan kriminalisasi 

dengan mengaburkan fakta-fakta. Cuplikan sejarah ini mengingatkan kita bahwa sampai kapan pun pengaburan fakta akan bermuara kepada ketidakadilan. Untuk itu, publik hendaknya tidak larut dalam stigma, narasi, atau orkestrasi yudikasi yang telah mengeksekusi Antasari; tetapi secara jujur dan otentik mengonfirmasi hati nurani dan mengonfrontasi fiksi hukum yang telah terjadi, dengan pertanyaan sederhana, rasional, dan faktual: adilkah Antasari dinyatakan bersalah sehingga harus mendekam dalam jeruji besi? Proses hukum memang sudah berjalan dan Antasari pun sudah mengikhlaskan peristiwa yang menimpa dirinya. Namun demikian, penghukuman sebagaimana dialami Antasari tetaplah merupakan suatu ketidakadilan nyata karena mengabaikan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan."

Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., Pakar Hukum Pidana, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia

">

Sinopsis:

Kisah Antasari adalah tragedi yang menjamu kita dengan pelajaran berharga; bahwa pada suatu masa hukum dan politik begitu kisruh berkelindan dan menggejala di Indonesia. Hukum dan politik berkolaborasi dalam sebuah formula bernama “pengadilan naratif”—yaitu suatu sistem peradilan yang hanya berbasis pada prasangka, bukan bukti, di mana prasangka-prasangka itu terus-menerus dikampanyekan sehingga publik dan pengadil tak mampu lagi menyadari mana fakta-fakta objektif dan mana yang subjektif-ilusif.

 

Di tengah situasi yang begitu kisruhnya, perlu keberanian yang lebih dari cukup untuk mengembalikan supremasi hukum pada orbit keadilan. Antasari punya keberanian itu. Dia nekat menghela kembali hukum yang terkontaminasi oleh polusi kekuasaan agar pulang pada poros idiilnya. Antasari melawan invisible hand yang sedemikian akut mencengkeram supremasi keadilan melalui narasi-narasi yang mereka bangun dengan giat. Namun, nahas, dia ditabrak sebuah skenario kisruh yang berhasil dipentaskan hingga tuntas.

 

Antasari akhirnya masuk bui. Untungnya dia memilih untuk tidak mati nyali dan nurani. Dia terus berusaha melawan anomali. Dia lawan segala serangan narasi berbau kriminalisasi. Hingga akhirnya, waktu dan keadilan membayar janjinya kepada Antasari ketika dia bebas menjelang akhir tahun 2016 dan mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo pada awal 2017. Setelah nama baiknya pulih, dia siap tampil kembali sebagai penyambung lidah keadilan.

 

Endorsement:

 

“Sekarang ini yang lebih penting bukanlah penegakan hukum, tetapi penegakan keadilan.”

—Antasari Azhar, Maret 2021

 

"Kasus Antasari Azhar ini salah satu kasus besar dalam deretan kasus, yang—dengan kadarnya masing-masing—dipandang oleh para kritikusnya sebagai salah satu contoh 'peradilan sesat' dalam praktik di Indonesia. Karena itu, kita tidak boleh lupakan, dan justru harus dijadikan pelajaran untuk perbaikan dalam pembangunan sistem peradilan Indonesia yang modern dan terpercaya di masa depan."

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Guru Besar Hukum Tata Negara FHUI, Pendiri/Ketua Pertama Mahkamah Konstitusi (2003-2008)

 

"Saya mengapresiasi Mas Tofik Pram ketika meminta saya untuk menulis epilog buku berjudul Antasari Azhar: Melawan Narasi dan Kriminalisasi ini. Uraian buku ini seolah menayangkan ulang peristiwa yang sudah lalu, yang mengingatkan dan memberi makna tentang fakta-fakta hukum seputar peristiwa kasus Antasari Azhar—yang dibui melalui narasi dan kriminalisasi 

dengan mengaburkan fakta-fakta. Cuplikan sejarah ini mengingatkan kita bahwa sampai kapan pun pengaburan fakta akan bermuara kepada ketidakadilan. Untuk itu, publik hendaknya tidak larut dalam stigma, narasi, atau orkestrasi yudikasi yang telah mengeksekusi Antasari; tetapi secara jujur dan otentik mengonfirmasi hati nurani dan mengonfrontasi fiksi hukum yang telah terjadi, dengan pertanyaan sederhana, rasional, dan faktual: adilkah Antasari dinyatakan bersalah sehingga harus mendekam dalam jeruji besi? Proses hukum memang sudah berjalan dan Antasari pun sudah mengikhlaskan peristiwa yang menimpa dirinya. Namun demikian, penghukuman sebagaimana dialami Antasari tetaplah merupakan suatu ketidakadilan nyata karena mengabaikan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan."

Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., Pakar Hukum Pidana, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia

Spesifikasi Produk

SKU  :  XA-26
ISBN  :  9786027926639
Berat  :  350 gram
Dimensi (P/L/T)  :  14 cm/ 21 cm/ 3 cm
Halaman  :  345
Tahun Terbit  :  2022
Jenis Cover  :  Soft Cover